• Dirgahayu RI 78
  • Dirgahayu MA 78
  • Program Kerja Badilag 2023
  • Banner Hak - Hak Anak
  • Banner Hak - Hak Perempuan
  • Banner MASIGA
  • Banner Assipa V2
  • Banner Buku Tamu Mandiri
  • Banner Inovasi
  • Banner1
  • Banner2
  • Banner3
  • Banner4
  • Banner7
  • Banner8
     PERHATIAN : Hati-Hati Terhadap Tindakan Penipuan Yang Mengatasnamakan Pimpinan, Pejabat dan Pegawai Pengadilan Tinggi Agama Makassar Terkait Dengan Perkara, Janji Mutasi dan Promosi dengan Permintaan Imbalan Sejumlah Uang.

PROSEDUR BERPERKARA
PENGADILAN TINGGI AGAMA MAKASSAR

  • Perkara Tingkat Pertama

    PENDAFTARAN PERKARA

    Pertama :
    Pihak berperkara datang ke Pengadilan Agama dengan membawa surat gugatan atau permohonan.

    Kedua :
    Pihak berperkara menghadap petugas Meja Pertama dan menyerahkan urat gugatan atau permohonan, minimal 2 (dua) rangkap. Untuk surat gugatan ditambah sejumlah Tergugat.

    Ketiga :
    Petugas Meja Pertama (dapat) memberikan penjelasan yang dianggap perlu berkenaan dengan perkara yang diajukan dan menaksir panjar biaya perkara yang kemudian ditulis dalam Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM). Besarnya panjar biaya perkara diperkirakan harus telah mencukupi untuk menyelesaikan perkara tersebut, didasarkan pada pasal 182 ayat (1) HIR atau pasal 90 Undang Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor : 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama.
    Catatan :

    • Bagi yang tidak mampu dapat diijinkan berperkara secara prodeo (cuma-cuma). Ketidakmampuan tersebut dibuktikan dengan melampirkan surat keterangan dari Lurah atau Kepala Desa setempat yang dilegalisasi oleh Camat.
    • Bagi yang tidak mampu maka panjar biaya perkara ditaksir Rp. 0,00 dan ditulis dalam Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM), didasarkan pasal 237 – 245 HIR.
    • Dalam tingkat pertama, para pihak yang tidak mampu atau berperkara secara prodeo. Perkara secara prodeo ini ditulis dalam surat gugatan atau permohonan bersama-sama (menjadi satu) dengan gugatan perkara. Dalam posita surat gugatan atau permohonan disebutkan alasan penggugat atau pemohon untuk berperkara secara prodeo dan dalam petitumnya.

    Keempat :
    Petugas Meja Pertama menyerahkan kembali surat gugatan atau permohonan kepada pihak berperkara disertai dengan Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM) dalam rangkap 3 (tiga).

    Kelima :
    Pihak berperkara menyerahkan kepada pemegang kas (KASIR) surat gugatan atau permohonan tersebut dan Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM).

    Ketujuh :
    Pemegang kas menyerahkan asli Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM) kepada pihak berperkara sebagai dasar penyetoran panjar biaya perkara ke bank.

    Kedelapan :
    Pihak berperkara datang ke loket layanan bank dan mengisi slip penyetoran panjar biaya perkara. Pengisian data dalam slip bank tersebut sesuai dengan Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM), seperti nomor urut, dan besarnya biaya penyetoran. Kemudian pihak berperkara menyerahkan slip bank yang telah diisi dan menyetorkan uang sebesar yang tertera dalam slip bank tersebut.

    Kesembilan :
    Setelah pihak berperkara menerima slip bank yang telah divalidasi dari petugas layanan bank, pihak berperkara menunjukkan slip bank tersebut dan menyerahkan  Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM) kepada pemegang kas.

    Kesepuluh :
    Pemegang kas setelah meneliti slip bank kemudian menyerahkan kembali kepada pihak berperkara. Pemegang kas kemudian memberi tanda lunas dalam Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM) dan menyerahkan kembali kepada pihak berperkara asli dan tindasan pertama Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM) serta surat gugatan atau permohonan yang bersangkutan.

    Kesebelas :
    Pihak berperkara menyerahkan kepada petugas Meja Kedua surat gugatan atau permohonan sebanyak jumlah tergugat ditambah 2 (dua) rangkap serta tindasan pertama Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM).

    Keduabelas :
    Petugas Meja Kedua mendaftar/mencatat surat gugatan atau permohonan dalam register bersangkutan serta memberi nomor register pada surat gugatan atau permohonan tersebut yang diambil dari nomor pendaftaran yang diberikan oleh pemegang kas.

    Ketigabelas :
    Petugas Meja Kedua menyerahkan kembali 1 (satu) rangkap surat gugatan atau permohonan yang telah diberi nomor register kepada pihak berperkara.

    Pendaftaran Selesai
    Pihak/pihak-pihak berperkara akan dipanggil oleh jurusita/jurusita pengganti untuk menghadap ke persidangan setelah ditetapkan Susunan Majelis Hakim (PMH) dan hari sidang pemeriksaan perkaranya (PHS).

     

    PERKARA CERAI TALAK

    Langkah-langkah yang harus dilakukan Pemohon (Suami) atau Kuasanya:

    1. Mengajukan permohonan secara tertulis atau lisan kepada pengadilan agama/mahkamah syariah (Pasal 118 HIR, 142 R.Bg jo Pasal 66 UU No. 7 Tahun 1989);
    2. Pemohon dianjurkan untuk meminta petunjuk kepada pengadilan agama/mahkamah syar’iah tentang tata cara membuat surat permohonan (Pasal 119 HIR, 143 R.Bg jo. Pasal 58 UU No. 7 Tahun 1989);
    3. Surat permohonan dapat dirubah sepanjang tidak merubah posita dan petitum. Jika Termohon telah menjawab surat permohonan ternyata ada perubahan, maka perubahan tersebut harus atas persetujuan Termohon.
    4. Permohonan tersebut diajukan kepada pengadilan agama/mahkamah syar’iah :
      a. Yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Termohon (Pasal 66 ayat (2) UU No. 7 Tahun 1989);
      b. Bila Termohon meninggalkan tempat kediaman yang telah disepakati bersama tanpa izin Pemohon, maka permohonan harus diajukan kepada pengadilan agama/mahkamah syariah yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Pemohon (Pasal 66 ayat (2) UU No. 7 Tahun 1989);
      c. Bila Termohon berkediaman di luar negeri, maka permohonan diajukan kepada pengadilan agama/mahkamah syariah yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Pemohon (Pasal 66 ayat (3) UU No. 7 Tahun 1989);
      d. Bila Pemohon dan Termohon bertempat kediaman di luar negeri, maka permohonan diajukan kepada pengadilan agama/mahkamah syariah yang daerah hukumnya meliputi tempat dilangsungkannya perkawinan atau kepada Pengadilan Agama Jakarta Pusat (Pasal 66 ayat (4) UU No. 7 Tahun 1989).
    5. Permohonan tersebut memuat :
      a. Nama, umur, pekerjaan, agama dan tempat kediaman Pemohon dan Termohon;
      b. Posita (fakta kejadian dan fakta hukum);
      c. Petitum (hal-hal yang dituntut berdasarkan posita).
    6. Permohonan soal penguasan anak, nafkah anak, nafkah istri dan harta bersama dapat diajukan bersama-sama dengan permohonan cerai talak atau sesudah ikrar talak diucapkan (Pasal 66 ayat (5) UU No. 7 Tahun 1989).
    7. Membayar biaya perkara (Pasal 121 ayat (4) HIR, 145 ayat (4) R.Bg. Jo Pasal 89 UU No. 7 Tahun 1989), bagi yang tidak mampu dapat berperkara secara cuma-cuma (prodeo) (Pasal 237 HIR, 273 R.Bg).

     

    Proses Penyelesaian Perkara

    1. Pemohon mendaftarkan permohonan cerai talak ke pengadilan agama/mahkamah syariah
    2. Pemohon dan Termohon dipanggil oleh pengadilan agama/mahkamah syar’iah untuk menghadiri persidangan.
    3. Tahapan persidangan :
      a. Pada pemeriksaan sidang pertama, hakim berusaha mendamaikan kedua belah pihak, dan suami istri harus datang secara pribadi (Pasal 82 UU No. 7 Tahun 1989);
      b. Apabila tidak berhasil, maka hakim mewajibkan kepada kedua belah pihak agar lebih dahulu menempuh mediasi (Pasal 3 ayat (1) PERMA No. 2 Tahun 2003);
      c. Apabila mediasi tidak berhasil, maka pemeriksaan perkara dilanjutkan dengan membacakan surat permohonan, jawaban, jawab menjawab, pembuktian dan kesimpulan. Dalam tahap jawab menjawab (sebelum pembuktian) Termohon dapat mengajukan gugatan rekonvensi (gugat balik) (Pasal 132 a HIR, 158 R.Bg);
    4. Putusan pengadilan agama/mahkamah syariah atas permohonan cerai talak sebagai berikut :
      a. Permohonan dikabulkan. Apabila Termohon tidak puas dapat mengajukan banding melalui pengadilan agama/mahkamah syar’iah tersebut;
      b. Permohonan ditolak. Pemohon dapat mengajukan banding melalui pengadilan agama/mahkamah syar’iah tersebut;
      c. Permohonan tidak diterima. Pemohon dapat mengajukan permohonan baru.
    5. Apabila permohonan dikabulkan dan putusan telah memperoleh kekuatan hukum tetap, maka:
      a. Pengadilan agama/mahkamah syar’iah menentukan hari sidang penyaksian ikrar talak;
      b. Pengadilan agama/mahkamah syar’iah memanggil Pemohon dan Termohon untuk melaksanakan ikrar talak;
      c. Jika dalam tenggang waktu 6 (enam) bulan sejak ditetapkan sidang penyaksian ikrar talak, suami atau kuasanya tidak melaksanakan ikrar talak didepan sidang, maka gugurlah kekuatan hukum penetapan tersebut dan perceraian tidak dapat diajukan lagi berdasarkan alasan hukum yang sama (Pasal 70 ayat (6) UU No. 7 Tahun 1989).
    6. Setelah ikrar talak diucapkan panitera berkewajiban memberikan Akta Cerai sebagai surat bukti kepada kedua belah pihak selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari setelah penetapan ikrar talak (Pasal 84 ayat (4) UU No. 7 Tahun 1989).

     

     

    PERKARA CERAI GUGAT

    Langkah-langkah yang harus dilakukan Penggugat (Istri) atau kuasanya:

    1. Mengajukan gugatan secara tertulis atau lisan kepada pengadilan agama/mahkamah syariah (Pasal 118 HIR, 142 R.Bg jo Pasal 73 UU No. 7 Tahun 1989);
    2. Penggugat dianjurkan untuk meminta petunjuk kepada pengadilan agama/mahkamah syariah tentang tata cara membuat surat gugatan (Pasal 118 HIR, 142 R.Bg jo. Pasal 58 UU No. 7 Tahun 1989);
    3. Surat gugatan dapat dirubah sepanjang tidak merubah posita dan petitum. Jika Tergugat telah menjawab surat gugatan ternyata ada perubahan, maka perubahan tersebut harus atas persetujuan Tergugat.
    4. Gugatan tersebut diajukan kepada pengadilan agama/mahkamah syariah :
    5. Bila Penggugat meninggalkan tempat kediaman yang telah disepakati bersama tanpa izin Tergugat, maka gugatan diajukan kepada pengadilan agama/mahkamah syar’iah yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Tergugat (Pasal 73 ayat (1) UU No. 7 Tahun 1989 jo Pasal 32 ayat (2) UU No. 1 Tahun 1974);
    6. Bila Penggugat bertempat kediaman di luar negeri, maka gugatan diajukan kepada pengadilan agama/mahkamah syariah yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Tergugat (Pasal 73 ayat (2) UU No.7 Tahun 1989);
    7. Bila Penggugat dan Tergugat bertempat kediaman di luar negeri, maka gugatan diajukan kepada pengadilan agama/mahkamah syar’iah yang daerah hukumnya meliputi tempat perkawinan dilangsungkan atau kepada Pengadilan Agama Jakarta Pusat (Pasal 73 ayat (3) UU No.7 Tahun 1989).
    8. Permohonan tersebut memuat ; a. Nama, umur, pekerjaan, agama dan tempat kediaman Pemohon dan Termohon; b. Posita (fakta kejadian dan fakta hukum); c. Petitum (hal-hal yang dituntut berdasarkan posita).
    9. Gugatan soal penguasan anak, nafkah anak, nafkah istri dan harta bersama dapat diajukan bersama-sama dengan gugatan perceraian atau sesudah putusan perceraian memperoleh kekuatan hukum tetap (Pasal 86 ayat (1) UU No. 7 Tahun 1989).
    10. Membayar biaya perkara (Pasal 121 ayat (4) HIR, 145 ayat (4) R.Bg. Jo Pasal 89 UU No. 7 Tahun 1989), bagi yang tidak mampu dapat berperkara secara cuma-cuma (prodeo) (Pasal 237 HIR, 273 R.Bg).
    11. Penggugat dan Tergugat atau kuasanya menghadiri persidangan berdasarkan panggilan pengadilan agama/mahkamah syar’iah (Pasal 121, 124, dan 125 HIR, 145 R.Bg).

     

    Proses Penyelesaian Perkara

    1. Penggugat mendaftarkan gugatan perceraian ke pengadilan agama/mahkamah syar’iah.
    2. Penggugat dan Tergugat dipanggil oleh pengadilan agama/mahkamah syar’iah untuk menghadiri persidangan
    3. Tahapan persidangan :
      a. Pada pemeriksaan sidang pertama, hakim berusaha mendamaikan kedua belah pihak, dan suami istri harus datang secara pribadi (Pasal 82 UU No. 7 Tahun 1989);
      b. Apabila tidak berhasil, maka hakim mewajibkan kepada kedua belah pihak agar lebih dahulu menempuh mediasi (Pasal 3 ayat (1) PERMA No. 2 Tahun 2003);
      c. Apabila mediasi tidak berhasil, maka pemeriksaan perkara dilanjutkan dengan membacakan surat permohonan, jawaban, jawab menjawab, pembuktian dan kesimpulan. Dalam tahap jawab menjawab (sebelum pembuktian) Termohon dapat mengajukan gugatan rekonvensi (gugat balik) (Pasal 132 a HIR, 158 R.Bg);
    4. Putusan pengadilan agama/mahkamah syariah atas permohonan cerai gugat sebagai berikut
      a. Gugatan dikabulkan. Apabila Tergugat tidak puas dapat mengajukan banding melalui pengadilan agama/mahkamah syar’iah tersebut;
      b. Gugatan ditolak. Penggugat dapat mengajukan banding melalui pengadilan agama/mahkamah syar’iah tersebut;
      c. Gugatan tidak diterima. Penggugat dapat mengajukan gugatan baru.
    5. Setelah putusan memperoleh kekuatan hukum tetap maka panitera pengadilan agama/mahkamah syar’iah memberikan Akta Cerai sebagai surat bukti cerai kepada kedua belah pihak selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari setelah putusan tersebut diberitahukan kepada para pihak.

     

    Mekanisme Pendaftaran Gugatan Sederhana

    Penggugat mendaftarkan gugatannya di kepaniteraan pengadilan. Gugatan dapat ditulis oleh penggugat atau dengan mengisi blanko gugatan yang telah disediakan di kepaniteraan. Blanko gugatan berisi keterangan mengenai:

    1. Identitas penggugat dan tergugat;
    2. Penjelasan ringkas duduk perkara; dan
    3. Tuntutan penggugat.

    Pada saat mendaftarkan gugatan, penggugat wajib melampirkan bukti surat yang sudah dilegalisasi.

     

    Tahapan Penyelesaian Gugatan Sederhana

    Tahapan penyelesaian gugatan sederhana meliputi:

    1. Pendaftaran;
    2. Pemeriksaan kelengkapan gugatan sederhana;
    3. Penetapan hakim dan penunjukan panitera pengganti;
    4. Pemeriksaan pendahuluan;
    5. Penetapan hari sidang dan pemanggilan para pihak;
    6. Pemeriksaan sidang dan perdamaian;
    7. Pembuktian; dan
    8. Putusan

     

    Lama Penyelesaian Gugatan Sederhana

    Gugatan sederhana diselesaikan paling lama 25 (dua puluh lima) hari sejak hari sidang pertama.

     

    Peran Hakim dalam Gugatan Sederhana

    Peran hakim dalam penyelesaian perkara gugatan sederhana meliputi:

    • Memberikan penjelasan mengenai acara gugatan sederhana secara berimbang kepada para pihak;
    • Mengupayakan penyelesaian perkara secara damai termasuk menyarankan kepada para pihak untuk melakukan perdamaian di luar persidangan;
    • Menuntun para pihak dalam pembuktian; dan
    • Menjelaskan upaya hukum yang dapat ditempuh para pihak.

     

    Perdamaian dalam Gugatan Sederhana

    Dalam gugatan sederhana, hakim akan mengupayakan perdamaian dengan memperhatikan batas waktu yang telah ditetapkan (25 hari). Upaya perdamaian yang dimaksud mengecualikan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung mengenai prosedur mediasi. Jika tercapai perdamaian, hakim akan membuat putusan akta perdamaian yang mengikat para pihak. Terhadap putusan akta tersebut tidak dapat diajukan upaya hukum.

     

    Upaya Hukum Keberatan

    Upaya hukum terhadap putusan gugatan sederhana dapat dilakukan dengan mengajukan keberatan. Keberatan diajukan kepada ketua pengadilan dengan menandatangani akta pernayataan keberatan kepada panitera disertai alasan-alasannya.

    Permohonan keberatan diajukan paling lambat 7 (tujuh) hari setelah putusan diucapkan atau setelah pemberitahuan putusan. Permohonan keberatan diajukan kepada ketua pengadilan dengan mengisi blanko permohonan keberatan yang disediakan di kepaniteraan.

    Keberatan adalah upaya hukum terakhir sehingga putusan hakim di tingkat keberatan bersifat final. Artinya tidak dapat diajukan upaya hukum apapun termasuk banding, kasasi, dan peninjauan kembali.

     

    Lama Penyelesaian Keberatan

    Putusan terhadap permohonan keberatan diucapkan paling lambat 7 (tujuh) hari setelah tanggal penetapan majelis hakim. Dalam memutus permohonan keberatan, majelis hakim mendasarkan kepada:

    • Putusan dan berkas gugatan sederhana;
    • Permohonan keberatan dan memori keberatan; dan
    • Kontra memori keberatan.

     

    Peran Kuasa Hukum

    Pada prinsipnya, para pihak dapat memberikan kuasa dan mendapatkan bantuan hukum dari kuasa hukum. Namun demikian, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan sebagai berikut:

    1. Kuasa hukum berdomisili pada daerah hukum pengadilan yang mengadili perkara anda.
    2. Pendampingan oleh kuasa hukum tidak menghilangkan kewajiban para pihak untuk hadir di persidangan.

     

    PERKARA GUGATAN LAINNYA

    Langkah-langkah yang harus dilakukan Penggugat :

    1. Mengajukan gugatan secara tertulis atau lisan kepada pengadilan agama/ mahkamah syar'iyah (Pasal 118 HIR, 142 R.Bg).
    2. Gugatan diajukan kepada pengadilan agama/ mahkamah syar'iyah :
    3. Yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Tergugat;
    4. Bila tempat kediaman Tergugat tidak diketahui, maka gugatan diajukan kepada pengadilan agama/ mahkamah syar'iyah yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Penggugat.
    5. Bila mengenai benda tetap, maka gugatan dapat diajukan kepada pengadilan agama/ mahkamah syar'iyah, yang daerah hukumnya meliputi tempat letak benda tersebut. Bila benda tetap tersebut terletak dalam wilayah beberapa pengadilan agama/ mahkamah syar'iyah, maka gugatan dapat diajukan kepada salah satu pengadilan agama/ mahkamah syar'iyahyag dipilih oleh Penggugat (Pasal 118 HIR, 142 R.Bg.)
    6. Membayar biaya perkara (Pasal 121 ayat (4) HIR, 145 ayat (4) R.Bg. Jo. Pasal 89 UU No. 7 Tahun 1989 yang telah diubah dengan UU No. 3 Tahun 2006), bagi yang tidak mampu dapat berperkara secara cuma-cuma (prodeo) (Pasal 237 HIR, 273 R.Bg.)
    7. Penggugat dan Tergugat atau kuasanya menghadiri sidang pemeriksaan berdasarkan panggilan pengadilan agama/ mahkamah syar'iyah (Pasal 121, 124, dan 125 HIR, 145 R.Bg.)
  • Perkara Tingkat Banding

    1.  Pemohon banding harus didampaikan secara tertulis atau lisan kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syari’ah dalam tenggat waktu :
    a. 14 (empat belas) hari, terhitung mulai hari berikutnya dari hari pengucapan putusan, setelah pemberitahuan isi putusan kepada pihak berperkara;
      b. 30 (tiga puluh)hari bagi pemohon yang tidak bertempat di kediaman di wilayah hukum Pengadilan Agama/Mahkamah Syari’ah yang memutus perkara tingkat pertama (Pasal 7 No. 20 tahun 1947).
    2. Membayar biaya perkara banding (Pasal 7 Undang Undang No. 20 tahun 1947, Pasal 89 Undang Undang No. 7 tahun 1989 yang diubah dengan Undang Undang No. 3 tahun 2006).
    3. Panitera memberitahukan adanya permohonan banding (Pasal 7 Undang Undang No. 20 tahun 1947).
    4. Pemohon banding dapat mengajukan memori banding dan Termohon banding dapat mengajukan kontra memori banding (Pasal 11 ayat (3) Undang Undang No. 20 Tahun 1947).
    5. Selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari setelah permohonan diberitahukan kepada pihak lawan, Panitera memberi kesempatan kepada kedua belah pihak untuk melihat surat-surat berkas perkara di kantor Pengadilan Agama/Mahkamah Syari’ah (Pasal 11 ayat (1) Undang Undang No. 20 tahun 1947).
    6. Berkas perkara dikirim ke Pengadilan Tinggi Agama/Mahkamah Syari’ah Provinsi oleh Pengadilan Agama/Mahkamah Syari’ah selambat-lambatnya dalam waktu 1 (satu) bulan sejak diterima perkara banding.
    7. Panitera memberi nomor register dan mengirim kepada PA Pengaju yang tembusannya disampaikan kepada para pihak.
    8. Salinan putusan bading dikirim oleh Pengadilan Tinggi Agama/Mahkamah Syari’ah Provinsi ke Pengadilan Agama/Mahkamah Syari’ah yang memeriksa perkara pada tingkat pertama untuk disampaikan kepada para pihak.
    9. Pengadilan Agama/Mahkamah Syari’ah menyampaikan salinan putusan kepada para pihak.
    10. Setelah putusan berkekuatan hukum tetap maka Panitera :
      a. Untuk perkara cerai talak :
        1) Memberitahukan tentang penetapan hari sidang penyaksian ikrar talak dengan memanggil Pemohon dan Termohon;
        2) Menerbitkan Akta Cerai sebagai surat bukti cerai selambat-lambatnya dalam waktu 7 (tujuh) hari.
      b. Untuk perkara cerai gugat :
        Menerbitkan Akta Cerai sebagai surat bukti cerai selambat-lambatnya dalam waktu 7 (tujuh) hari.
  • Perkara Tingkat Kasasi

    1. Permohonan kasasi dapat diajukan dalam tenggat waktu 14 hari setelah putusan diucapkan atau setelah pemberitahuan amar putusan.
    2. Dalam hal permohonan kasasi atas penetapan ( Voluntair) dapat diajukan dalam tenggat waktu 14 ( empat belas ) hari setelah diucapkan atau diberitahukan kepada Pemohon.
    3. Petugas meja I menaksir panjar biaya perkara berdasarkan Surat keputusan Ketua Pengadilan Agama dan biaya perkara kasasi yang           dikirim ke Mahkamah Agung RI yang besarnya ditentukan dalam pasal 2 ayat 1 huruf a PERMA no 2 tahun 2009.
    4. Jika para pihak masing masing mengajukan upaya hukum kasasi maka:
      • Biaya perkara kasasi yang dikirim ke Mahkamah Agung hanya dipungut satu kali, yaitu dari pengaju pertama.
      • Pengaju kedua hanya dibebani : biaya fotocopy penggandaan berkas, pemberitahuan akta kasasi, pemberitahuan memori kasasi, pemberitahuan kontra memori kasasi.
      • Panitera Pengadilan Agama melaporkan secara tertulis ke Mahkamah Agung mengenai upaya hukum kasasi yang diajukan oleh kedua belah pihak.
    5. Jika Panjar biaya perkara kasasi telah dibayar lunas maka Panitera pada hari itu juga membuat akta permohonan kasasi yang dilampirkan pada berkas perkara dan mencatat permohonan kasasi terebut dalam register Induk Perkara dan Buku Register Permohonan kasasi.
    6. Permohonan kasasi yang telah terdaftar dalam waktu 7 hari harus diberitahukan kepada pihak lawan.
    7. Memory kasasi selambat lambatnya 14 hari sesudah permohonan kasasi terdaftar harus sudah diterima pada kepaniteraan Pengadilan Agama, Jika  dalam waktu tersebut memory kasasi belum diterima , Pemohon kasasi dianggap tidak menyerahkan memory kasasi.
    8. Panitera memberikan tanda terima atas penerimaan memory kasasi dan dalam waktu selambat lambatnya 7 hari salinan memory harus diberitahukan kepada pihak lawan.
    9. Setelah memory kasasi diberitahukan kepada pihak lawan, kontra memory kasasi selambat lambatnya 14 hari harus sudah disampaikan kepada kepaniteraan Pengadilan Agama untuk diberitahukan kepada pihak lawan.
    10. Dalam waktu 60 hari sejak permohonan kasasi diajukan berkas permohonan kasasi berupa bundel A dan bundel B harus sudah dikirim ke Mahkamah Agung RI.
    11. Jika syarat formal permohonan kasasi tidak dipenuhi oleh pemohon kasasi, maka berkas perSkaranya tidak dikirim ke Mahkamah Agung 9 pasal 45 A ayat 3 UU no 5 tahun 2004 yang diubah dengan UU no 3 tahun 2009.
    12. Yang dimaksud dengan syarat formal permohonan kasasi adalah tenggat waktu permohonan kasasi, pernyataan kasasi,panjar biaya kasasi, dan memory kasasi sebagaimana ditentukan dalam pasal 46 dan 47 Undang Undang no 14 tahun 1985 sebagaimana diubah dengan Undang Undang no 5 tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang Undang no 3 tahun 2009.
    13. Panitera Pengadilan Agama membuat surat keterangan bahwa permohonan Kasasi tersebut tidak memenuhi syarat  formal.
    14. Berdasarkan surat keterangan Panitera tersebut dan setelah Ketua meneliti kebenarannya, Ketua Pengadilan Agama membuat penetapan yang menyatakan bahwa permohonan kasasi tersebut tidak dapat diterima.
    15. Salinan penetapan Ketua Pengadilan Agama tersebut diatas diberitahukan kepada para pihak sesuai ketentuan yang berlaku.
    16. Dengan dikeluarkannya penetapan Ketua Pengadilan Agama tersebut maka putusan yang dimohonkan kasasi menjadi berkekuatan hukum tetap dan terhadap penetapan ini tidak dapat dilakukan upaya hukum .
    17. Petugas kepaniteraan mencatat kode “ TMS” ( tidak memenuhi syarat formal ) dalam kolom keterangan pada buku Induk Register perkara.
    18. Ketua Pengadilan Agama melaporkan permohonan kasasi yang tidak memenuhi syarat formal dengan dilampiri Penetapan tersebut ke Mahkamah Agung.
    19. Tanggal penerimaan memory dan kontra memory harus dicatat dalam buku Register Induk Perkara dan Buku Register Permohonan kasasi.
    20. Pencabutan permohonan perkara kasasi dilakukan dengan langkah sebagai berikut :
      • Permohonan pencabutan diajukan oleh Pemohon kasasi kepada Ketua Mahkamah Agung melalui Ketua Pengadilan Agama yang memeriksa perkara dan disetujui oleh termohon kasasi.
      • Panitera Pengadilan Agama membuat akta pencabutan kasasi yang ditandatangani Panitera, pemohon kasasi, dan termohon kasasi.
      • Pengadilan Agama mengirim surat kepada  Kepaniteraan Mahkamah Agung RI d/a Panitera Mahkamah Agung RI PO BOX 212 Jakarta Pusat 10000.
  • Peninjauan Kembali

    1. Permohonan Peninjauan Kembali diajukan secara tertulis bersama sama dengan risalah peninjauan kembali yang menyebutkan alasan permohonan peninjauan kembali yang jelas dan rinci.
    2. Permohonan peninjauan kembali tersebut diatas didaftarkan kepada petugas meja I / layanan pendaftaran di Pengadilan Agama.
    3. Panitera membuat akta permohonan Peninjauan kembali.
    4. Permohonan peninjauan kembali putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dapat diajukan hanya berdasarkan alasan alasan sebagai berikut: 
      1. Jika putusan didasarkan pada suatu kebohongan atau tipu muslihat pihak lawan yang diketahui setelah perkaranya diputus atau didasarkan pada bukti bukti yang kemudian oleh hakim pidana dinyatakan palsu.
      2. Jika setelah perkara diputus, ditemukan surat- surat bukti yang bersifat menentukan yang pada waktu perkara diperiksa tidak dapat ditemukan
      3. Jika telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih dari yang dituntut
      4. Jika mengenai sesuatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa dipertimbangkan sebab sebabnya
      5. Jika antara pihak pihak yang sama mengenai suatu soal yang sama, atas dasar yang sama oleh Pengadilan yang sama atau sama tingkatnya telah diberikan putusan yang bertentangan satu dengan yang lain
      6. Jika antara pihak pihak yang sama mengenai suatu soal yang sama, atas dasar yang sama oleh Pengadilan yang sama atau sama tingkatnya telah diberikan putusan yang bertentangan satu dengan yang lain
      7. Jika dalam suatu putusan terdapat suatu kekhilafan hakim atau suatu kekeliruan yang nyata
    5. Tenggat waktu pengajuan permohonan Peninjauan Kembali yang didasarkan atas alasan sebgaimana dimasudkan dalam point 4 adalah 180 hari untuk :
      1. Yang disebut pada angka 4 huruf a sejak diketahui kebohongan atau tipu muslihat    atau sejak putusan hakim pidana memperoleh kekuatan hukum tetap, dan telah diberitahukan kepada pihak yang berperkara.
      2. Yang disebut pada angka 4 huruf b sejak ditemukan surat- surat bukti, yang hari serta tanggal ditemukannya harus dinyatakan dibawah sumpah dan disahkan oleh pejabat yang berwenang;
      3. Yang disebut pada angka 4 huruf c), d),dan f) sejak putusan memperoleh kekuatan hukum tetap dan telah diberitahukan kepada pihak yang berperkara.
      4. Yang disebut pada angka 4 huruf e) sejak putusan yang terakhir dan bertentangan itu memperoleh kekuatan hukum tetap dan telah diberitahukan kepada pihak yang berperkara.
    6. Novum adalah surat surat bukti yang bersifat menentukan yang pada waktu perkara diperiksa tidak dapat ditemukan. Alat bukti yang dibuat setelah perkara diputus bukan termasuk novum.
    7. Petugas meja I menentukan besarnya panjar biaya perkara yang dituangkan dalam SKUM yang selanjutnya diserahkan kepada pihak pemohon untuk membayar kepada Bank yang ditunjuk.
    8. Jika panjar biaya perkara telah dibayar lunas pada hari itu juga Panitera membuat akta permohonan Peninjauan Kembali yang dilampirkan pada berkas perkara dan mencatat permohonan peninjauan kembali tersebut dalam buku register induk perkara dan buku Register Penijauan kembali.
    9. Selambat lambatnya dalam waktu 14 hari Panitera memberitahukan permohonan peninjauan kembali kepada pihak lawan dengan memberikan salinan permohonan peninjauan kembali beserta alasan alasanya ( pasal 72 ayat 1 Undang undang no 14/ 1985, Undang undang no 5/ 2004 dan Undang undang no 3/2009.
    10. Selambat lambatnya 30 hari sejak alasan peninjauan kembali diterima, jawaban atas alasan peninjauan kembali harus sudah diserahkan di Kepaniteraan Pengadilan Agama untuk disampaiakan kepada pihak lawan.
    11.  Jawaban atas permohonan dan alasan peninjauan kembali yang diterima di kepaniteraan Pengadilan Agama harus dibubuhi hari dan tanggal penerimaan yang dinyatakan diatas surat jawaban tersebut.
    12. Dalam waktu 30 hari setelah menerima jawaban tersebut berkas permohonan peninjauan kembali berupa bundel A dan bundel B harus dikirim ke kepaniteraan Mahkamah d/a Panitera Mahkamah Agung RI PO BOX 212 JAKARTA PUSAT 10000.
    13. Biaya permohonan peninjauan kembali untuk Mahkamah Agung dikirim langsung ke Mahkah Agung oleh bendahara Penerima.
  • Pengambilan Produk Pengadilan

    1. Prosedur Pengambilan Akta Cerai (AC)
      Akta cerai merupakan akta otentik yang dikeluarkan oleh pengadilan agama sebagai bukti telah terjadi perceraian. Akta cerai bisa diterbitkan jika gugatan dikabulkan oleh majelis hakim dan perkara tersebut telah memperoleh kekuatan hukum tetap (inkracht). Perkara dikatakan telah berkekuatan hukum tetap jika dalam waktu 14 hari sejak putusan dibacakan (dalam hal para pihak hadir), salah satu atau para pihak tidak mengajukan upaya hukum banding. Dalam hal pihak tidak hadir, maka perkara baru inkracht terhitung 14 hari sejak pemberitahuan isi putusan disampaikan kepada pihak yang tidak hadir dan yang bersangkutan tidak melakukan upaya hukum banding (putusan kontradiktoir) atau verzet (putusan verstek).
       
    2. Syarat mengambil Akta Cerai:
      1. Menyerahkan nomor perkara yang dimaksud.
      2. Memperlihatkan identitas diri baik KTP/domisili ataupun SIM.
      3. Membayar Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Akta Cerai Rp.10.000,- (Sepuluh ribu rupiah).
      4. Jika menguasakan kepada orang lain untuk mengambil akta cerai, maka di samping fotokopi KTP pemberi dan penerima kuasa, juga menyerahkan Asli Surat Kuasa bermeterai 6000 yang diketahui oleh Kepala Desa/Lurah setempat. 
       
    3. Prosedur Pengambilan Salinan Putusan
      Syarat mengambil Salinan Putusan;
      1. Menyerahkan nomor perkara yang dimaksud.
      2. Memperlihatkan KTP Asli  bahwa ia pihak berperkara dimaksud dan menyerahkan fotokopinya.
      3. Membayar Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) :
      Biaya salinan @lembar Rp. 500 (Tiga ratus rupiah perlembar) 
    4. Untuk Tingkat Banding produk salinan putusan dikirimkan melalui Pengadilan Agama Pengaju, sedangkan perkara yang diajukan via e-cort banding, salinan putusan dikirim langsung melalui email kepada para pihak dan pengadilan agama pengaju.
  • Gugatan Sederhana

    Penggugat mendaftarkan gugatannya di kepaniteraan pengadilan. Gugatan dapat ditulis oleh penggugat atau dengan mengisi blanko gugatan yang telah disediakan di kepaniteraan. Blanko gugatan berisi keterangan mengenai:

    1. Identitas penggugat dan tergugat;
    2. Penjelasan ringkas duduk perkara; dan
    3. Tuntutan penggugat.

     

    Pada saat mendaftarkan gugatan, penggugat wajib melampirkan bukti surat yang sudah dilegalisasi.

    Tahapan Penyelesaian Gugatan Sederhana

    Tahapan penyelesaian gugatan sederhana meliputi:

    1. Pendaftaran;
    2. Pemeriksaan kelengkapan gugatan sederhana;
    3. Penetapan hakim dan penunjukan panitera pengganti;
    4. Pemeriksaan pendahuluan;
    5. Penetapan hari sidang dan pemanggilan para pihak;
    6. Pemeriksaan sidang dan perdamaian;
    7. Pembuktian; dan
    8. Putusan

     

    Lama Penyelesaian Gugatan Sederhana

    Gugatan sederhana diselesaikan paling lama 25 (dua puluh lima) hari sejak hari sidang pertama.

     

    Peran Hakim dalam Gugatan Sederhana

    Peran hakim dalam penyelesaian perkara gugatan sederhana meliputi:

    1. Memberikan penjelasan mengenai acara gugatan sederhana secara berimbang kepada para pihak;
    2. Mengupayakan penyelesaian perkara secara damai termasuk menyarankan kepada para pihak untuk melakukan perdamaian di luar persidangan;
    3. Menuntun para pihak dalam pembuktian; dan
    4. Menjelaskan upaya hukum yang dapat ditempuh para pihak.

     

    Perdamaian dalam Gugatan Sederhana

    Dalam gugatan sederhana, hakim akan mengupayakan perdamaian dengan memperhatikan batas waktu yang telah ditetapkan (25 hari). Upaya perdamaian yang dimaksud mengecualikan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung mengenai prosedur mediasi. Jika tercapai perdamaian, hakim akan membuat putusan akta perdamaian yang mengikat para pihak. Terhadap putusan akta tersebut tidak dapat diajukan upaya hukum.

     

    Upaya Hukum Keberatan

    Upaya hukum terhadap putusan gugatan sederhana dapat dilakukan dengan mengajukan keberatan. Keberatan diajukan kepada ketua pengadilan dengan menandatangani akta pernayataan keberatan kepada panitera disertai alasan-alasannya.

    Permohonan keberatan diajukan paling lambat 7 (tujuh) hari setelah putusan diucapkan atau setelah pemberitahuan putusan. Permohonan keberatan diajukan kepada ketua pengadilan dengan mengisi blanko permohonan keberatan yang disediakan di kepaniteraan.

    Keberatan adalah upaya hukum terakhir sehingga putusan hakim di tingkat keberatan bersifat final. Artinya tidak dapat diajukan upaya hukum apapun termasuk banding, kasasi, dan peninjauan kembali.

     

    Lama Penyelesaian Keberatan

    Putusan terhadap permohonan keberatan diucapkan paling lambat 7 (tujuh) hari setelah tanggal penetapan majelis hakim. Dalam memutus permohonan keberatan, majelis hakim mendasarkan kepada:

    1. Putusan dan berkas gugatan sederhana;
    2. Permohonan keberatan dan memori keberatan; dan
    3. Kontra memori keberatan.

     

    Peran Kuasa Hukum

    Pada prinsipnya, para pihak dapat memberikan kuasa dan mendapatkan bantuan hukum dari kuasa hukum. Namun demikian, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan sebagai berikut:

    1. Kuasa hukum berdomisili pada daerah hukum pengadilan yang mengadili perkara anda.
    2. Pendampingan oleh kuasa hukum tidak menghilangkan kewajiban para pihak untuk hadir di persidangan.

Statistik Perkara Banding

  • Jumlah Perkara Banding Yang Diterima Pada Tahun 2023
  • Jumlah Perkara Banding Yang Diterima Pada Tahun 2024

Agenda Kegiatan

Agenda Kegiatan Pimpinan serta Kegiatan Pada PTA Makassar
Mon Tue Wed Thu Fri Sat Sun
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31

Pimpinan, Panitera & Sekretaris

Ketua
Dr. Drs. H Muh Abduh Sulaeman, S.H., M.H.
Wakil Ketua
Drs. H. Pandi, S.H., M.H.
Panitera
Drs. Musbir
Sekretaris
Dr. Abdul Mutalip, S.Ag., S.H., M.H.

© 2022 Pengadilan Tinggi Agama Makassar. All Rights Reserved.

ipv6 ready