Ketua PTA Makassar Pemateri Seminar Nasional UIN Alauddin Makassar
Ketua Pengadilan Tinggi Agama Makassar menjadi pemateri pada Seminar Nasional yang dilaksanakan oleh Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar pada hari rabu, tanggal 11 september 2024 di Hotel Alauddin Makassar.
Materi yang dibahas bertemakan Resolosi Penyelesaian Perceraian di Sulawesi Selatan. Ketua PTA Makassar bersama dengan Kepala Pusat Strategi Kebijakan Hukum MA RI, Kepala Kanwil Kemenag Sulawesi Selatan, Guru Besar, serta Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Alauddin Makassar bersama-sama membahas tema tersebut. Acara seminar dihadiri dan dikuti oleh beberapa dosen, hakim, penyuluh dan penghulu, serta mahasiswa jurusan hukum keluarga Islam UIN Alauddin Makassar.
Ketua PTA Makassar Dr. Drs. H. Khaeril R, M.H., menyampaikan materi tentang Budaya Siri’ na Pacce sebagai resolusi Perceraian di Sulawesi Selatan. Dalam penyampaian materinya, Dr. Khaeril menyampaikan lebih awal delapan keistimewaan wanita bugis bahwa wanita bugis Makassar merupakan perempuan yang terkenal setia, memiliki kesabaran yang tiada henti ketika disuruh menunggu dalam waktu yang lama, memiliki keberanian yang tinggi, pengasih terhadap semua orang, ahli di tempat tidur, pandai mengelola keuangan yang sistematis, memiliki pemikiran yang dermawan, serta tegas dalam berpendirian dan prinsip. Wanita bugis Makassar memegang prinsip siri’ na pacce dan menerapkannya dalam kehidupan keluarga. Disampaikan pula falsafah yang dipegang teguh oleh masyarakat di Sulawesi selatan siri’ji nanimmantang attalasa’ri linoa, punna tenamo siri’nu matemako kaniakkangngami angga’naolo-oloka yang artinya hanya karena rasa malu itu sudah hilang maka lebih baik mati karena engkau tak berarti lagi sama sekali bahkan binatang lebih berharga disbanding dirimu. Menurut Khaeril, falsafah siri’ na pacce ini dipegang teguh oleh bugis Makassar, dimana kata siri’ yang berarti rasa malu (harga diri), sedangkan pacce/pesse yang berarti keras/kokoh pendirian. Pecce berarti semacam kecerdasan emosional untuk turut merasakan kepedihan atau kesusahan orang lain. Nilai ini dipandang sebagai sebuah konsep yang memberi dampak terhadap perilaku masyarakat yang menganutnya.
Menurut Ketua PTA Makassar, dengan berpegang pada falsafah siri’ na pacce ini, oleh masyarakat bugis Makassar sudah ditanamkan sejak sebelum menikah sampai pada kehidupan rumah tangga, masyarakat, dan dalam mencari nafkah. Budaya siri’ na pacce ini harus ditanamkan dalam kehidupan rumah tangga untuk mencegah terjadinya perceraian dalam kehidupan keluarga bugis Makassar dan masyarakat di Sulawesi Selatan, karena yang paling menderita ketika terjadi perceraian adalah anak. Budaya siri’ na pacce ini harus dikembalikan dalam kehidupan rumah tangga. Dalam hal perkara perceraian, Ketua menyampaikan bahwa terjadinya banyak kasus perceraian bukan karena pengadilan agama yang memberikan kemudahan kepada masyarakat untuk bercerai, akan tetapi pengadilan agama hadir untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi masyarakat, melindungi dan memberikan status kepada masyarakat yang statusnya tidak sah secara hukum sebagai suami istri namun tinggal bersama dan memiliki anak.
Sebagai narasumber dalam seminar tersebut, Ketua PTA Makassar panel pemateri bersama Kepala Pusat Strategi Kebijakan Hukum dan Peradilan Mahkamah Agung RI, Kanwil Kemenag Sulawesi Selatan, dan Prof. Halim Talli, M.Ag., Guru Besar Prodi HKI FSH UIN Alauddin Makassar. Kepala Pusat Strategi Kebijakan Hukum Peradilan Mahkamah Agung RI, Dr. H. Andi Akram, S.H., M.H., menyampaikan Strategi Kebijakan Mahkamah Agung dalam menekan Angka Perceraian di Sulawesi Selatan. Andi Akram menyampaikan solusi sebagai strategi menekan tingginya angka perceraian yaitu dengan memberikan kewenangan yang lebih luas kepada pengadilan agama untuk menyelesaikan perkara-perkara jinayah maupun KDRT, pengadilan agama memperkuat beberapa kebijakan yang telah dikeluarkan oleh Mahkamah Agung terkait Perceraian dan Perempuan. Sedangkan pada masayarakat Sulawesi Selatan, Dr. Khaeril menyampaikan bahwa budaya siri’ na pacce dapat menjadi prinsip yang harus diterapkan dalam kehidupan rumah tangga untuk mencegah terjadinya percerian.
Pada sesi tanya jawab, atas beberapa pertanyaan yang diajukan oleh hakim, dosen, penghuluh dan penyuluh, serta mahasiswa. Ketua PTA Makassar memberikan penjelasan dengan jelas dan tegas bahwa banyaknya perceraian yang diajukan oleh perempuan disebabkan karena hak-hak perempuan terabaikan, lebih lanjut disampaikan pula bahwa Pengadilan Agama memudahkan masyarakat dalam berperkara, tetapi tidak berarti bahwa memudahkan perceraian. Menyambung penjelasan Ketua PTA Makassar, Andi Akram juga menjelaskan bahwa memberikan kemudahan masyarakat dalam berperkara dan dalam proses perceraian disebabkan karena terjadinya KDRT baik KDRT secara ekonomi, kekerasan fisik, maupun secara psikologis. Sementara Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Alauddin Makassar, Dr. H. Abd Rauf Muhammad Amin, Lc., M.A., mengajak Ketua PTA Makassar, Kepala Pusat Strategi dan Kebijakan Hukum MA RI untuk bersinergi melakukan kerjasama secara akademik dalam mengkaji kasus perceraian yang semakin kompleks.
Para peserta seminar tampak serius dan antusias mendengar penjelasan materi Ketua PTA Makassar dan berharap agar nantinya ada kelanjutan pembahasan dari seminar tersebut.
Acara seminar diakhiri dengan penyerahan penghargaan kepada Ketua PTA Makassar sebagai narasumber dan foto bersama.