PTA Makassar Ikuti Bimbingan Teknis Penanganan Kaum Rentan Dalam Lingkup Peradilan Agama
Pengadilan Tinggi Agama (PTA) Makassar bersama dengan 12 pengadilan agama di wilayah IV mengikuti kegiatan Bimbingan Teknis (Bimtek) Tenaga Teknis di Lingkungan Peradilan Agama yang diselenggarakan pada hari jum’at, 30 Agustus 2025. Kegiatan ini merupakan bagian dari program peningkatan kapasitas dalam penanganan perkara yang melibatkan kaum rentan.
PTA Makassar yang mengikuti kegiatan secara daring tersebut di ruang Command Center terdiri dari Ketua, Wakil Ketua, para Hakim Tinggi, Panitera Muda, dan para Panitera Pengganti PTA Makassar. Kegiatan diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung RI, disampaikan secara komprehensif materi mengenai penanganan kaum rentan dalam sistem peradilan. Yulius Maharani, S.H., M.H selaku narasumber dari Tenaga Ahli LPSK, menyampaikan tiga materi utama yang menjadi fokus pembahasan.
Materi presentasi yang disampaikan mencakup tiga aspek fundamental dalam penanganan kaum rentan di lingkungan peradilan agama yaitu:
LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban) memiliki peran strategis dalam memberikan perlindungan kepada saksi dan korban dalam proses peradilan. Lembaga ini bertugas memastikan keamanan dan kenyamanan para pihak yang terlibat dalam persidangan, khususnya mereka yang berada dalam posisi rentan.
Selanjutnya restitusi merupakan mekanisme pemulihan hak korban melalui pemberian ganti rugi atau kompensasi. Program ini dirancang untuk memberikan perlindungan finansial dan pemulihan kondisi korban setelah mengalami kerugian akibat tindak pidana atau pelanggaran hukum.
Selain restitusi, tersedia juga program kompensasi yang memberikan bantuan kepada korban untuk memulihkan kondisi fisik, psikologis, dan sosial mereka. Program ini menjadi bagian integral dari sistem perlindungan korban dalam peradilan.
Narasumber kedua dari materi bimbingan teknis ini adalah Drs. Alaidin, M.H. (Wakil Ketua PTA Padang), dan sebagai moderator Drs. H. Gunawan, S.H., M.H., (Hakim Tinggi PTA Makassar), yang membahas secara mendalam tentang identifikasi dan penanganan berbagai kategori kaum rentan dalam sistem peradilan agama.
Berdasarkan materi yang disampaikan, kaum rentan dalam konteks peradilan agama meliputi tiga kategori utama: pertama, pelaku jarimah (tindak pidana) yaitu individu yang didakwa melakukan pelanggaran hukum namun memiliki kondisi khusus yang memerlukan penanganan sensitif; kedua, korban yaitu pihak yang mengalami kerugian akibat tindak pidana atau pelanggaran hukum; ketiga, saksi yaitu individu yang memberikan keterangan dalam proses peradilan namun berada dalam posisi rentan.
Drs. Alaidin, M.H., menjelaskan bahwa dalam tahapan penyelesaian jinayat (hukum pidana Islam), terdapat dua pendekatan utama yaitu pertama, penyelidikan yang merupakan serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai jarimah guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang dan/atau Qanun. Kedua, penyidikan merupakan serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang dan/atau Qanun untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang jarimah yang terjadi guna menemukan tersangka.
Lebih lanjut Wakil Ketua PTA Padang menyampaikan bahwa dalam proses peradilan, terdapat beberapa tahapan di mana perlindungan khusus harus diberikan. Tahap Persidangan terdiri dari eksepsi yaitu perlindungan terhadap berbagai kemungkinan seperti kewenangan mengadili (put. tidak final), kewenangan menuntut gugur (put. final), tuntutan penuntut umum tidak dapat diterima (put. tidak final), lepas dari segala tuntutan hukum (put. final), dakwaan penuntut umum tidak dapat diterima (put. tidak final), dan dakwaan penuntut umum batal (put. tidak final); Alat Bukti (Pasal 181 (1) Qanun 7/2013), meliputi keterangan saksi, keterangan ahli, barang bukti, surat, bukti elektronik, pengakuan terdakwa, dan keterangan terdakwa.
Terkait perlindungan saksi korban bahwa saksi korban mendapat perlindungan khusus berupa: saksi korban diperiksa terlebih dahulu, saksi korban didampingi petugas LPSK, dapat memberikan keterangan secara tertulis/media elektronik, saksi anak didampingi orang tua, saksi disabilitas didampingi penerjemah. Tahapan Lanjutan meliputi penuntutan: Jaksa penuntut umum, Pledoi atau Nota Pembelaan: terdakwa, Putusan :Hakim/Majelis Hakim.
Uqubat (Sanksi) dalam Sistem Peradilan Agama, berdasarkan Pasal 4 Qanun 6/2014, uqubat ta'zir tambahan terdiri dari: pembinaan oleh negara, restitusi oleh orang tua/wali, pengembalian kepada orang tua/wali, pemutusan perkawinan, pencabutan izin dan pencabutan hak, perampasan barang-barang tertentu, kerja sosial.
Ketentuan khusus menyatakan bahwa: perempuan hamil hukuman dilaksanakan setelah melahirkan (sehat), anak umur 12 tahun dan belum sampai 18 tahun mendapat 1/3 hukuman orang dewasa.
Cakupan Perlindungan LPSK yaitu memberikan berbagai bentuk perlindungan yang meliputi: perlindungan fisik berupa rumah aman, pengamanan melekat, pengawasan, identitas baru, dan fasilitas kediaman; pemenuhan hak prosedural meliputi pendampingan, keterangan tanpa tekanan, penerjemah, bebas pertanyaan menjerat, dan nasihat hukum; Informasi mencakup perkembangan penanganan, putusan pengadilan, dan status hukum pidana; pemenuhan hak saksi pelaku berupa pemenuhan hak prosedural dan penghargaan atas kesaksian; fasilitasi ganti rugi yaitu kompensasi dan restitusi bagi korban; hak atas pembiayaan yaitu biaya hidup sementara dan pergantian biaya transport; perlindungan hukum yaitu perlindungan dari saksi korban, saksi pelaku, dan/atau pelapor yang tidak dapat dituntut secara hukum atas kesaksian yang diberikan dan penanganan khusus bagi saksi pelaku.
Terkait Mekanisme Kompensasi Korban Pelanggaran HAM Berat, salah satu aspek penting yang dibahas dalam bimbingan teknis ini adalah alur pengajuan dan pemberian kompensasi untuk korban pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang berat. Mekanisme ini mengikuti prosedur yang telah ditetapkan untuk memastikan korban mendapatkan haknya secara adil dan tepat waktu.
Korban tindak pidana pelanggaran HAM yang berat, termasuk keluarga atau ahli warisnya, dapat mengajukan permohonan kompensasi secara tertulis melalui LPSK. Pengajuan dapat dilakukan sejak penyidikan hingga sebelum pembacaan tuntutan.
Kompensasi yang dapat diberikan memuat beberapa aspek, antara lain identitas, uraian peristiwa, identitas pelaku PHB (Pelanggaran HAM Berat), dan uraian kerugian yang nyata-nyata dideritakan bentuk kompensasi yang diminta.
LPSK melaksanakan beberapa tahapan dalam penanganan permohonan kompensasi yaitu verifikasi awal, LPSK memeriksa kelengkapan permohonan dalam jangka waktu paling lama 30 hari terhitung sejak tanggal permohonan diterima; Penelitian mendalam, jika lengkap, pemohon akan melengkapi dalam jangka waktu paling lama 30 hari terhitung sejak tanggal diterimanya pemberitahuan dari LPSK; Keputusan yaitu LPSK akan memberikan keputusan dalam waktu yang telah ditentukan.
Setelah mendapat persetujuan, pelaksanaan kompensasi dilaporkan LPSK kepada Ketua Pengadilan HAM dan Jaksa Agung. Kompensasi dapat dilakukan secara bertahap sesuai dengan keputusan LPSK dan ketersediaan anggaran.
Jaksa Agung memiliki kewajiban untuk menyampaikan salinan putusan pengadilan kepada LPSK dalam waktu 7 hari, sementara LPSK wajib menyampaikan salinan putusan kepada korban dalam waktu 7 hari dan melaksanakan pemberian kompensasi dalam waktu 30 hari.
Kegiatan bimbingan teknis ini menunjukkan komitmen Mahkamah Agung RI melalui Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama untuk terus meningkatkan kualitas layanan peradilan, khususnya dalam penanganan perkara yang melibatkan pihak-pihak rentan.
PTA Makassar bersama dengan pengadilan agama di wilayah IV yang meliputi PTA Bali, Mataram, Kupang, Sulawesi Barat, Palu, Kendari, Gorontalo, Manado, Ambon, Maluku Utara, Papua Barat, dan Jayapura diharapkan dapat mengimplementasikan hasil bimbingan teknis ini dalam penanganan perkara sehari-hari.
Dengan adanya peningkatan kapasitas ini, diharapkan sistem peradilan agama dapat memberikan perlindungan yang lebih optimal kepada kaum rentan dan memastikan proses peradilan yang berkeadilan bagi semua pihak, dengan memperhatikan aspek-aspek khusus yang diperlukan dalam penanganan kasus yang melibatkan pelaku jarimah, korban, dan saksi yang berada dalam kondisi rentan.
Kegiatan Bimbingan Teknis Tenaga Teknis di Lingkungan Peradilan Agama tahun 2025 ini merupakan bagian dari program berkelanjutan Mahkamah Agung RI dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia di lingkungan peradilan agama.